SYIAH DI INDONESIA : Penganut Aliran Syiah Jafariah di Kabupaten Halmahera Selatan (Halsel) akhirnya dibekukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Halsel. Hal ini ditegaskan Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, dalam pertemuan yang dilaksanakan di Kantor Agama (Kemenag) Halsel pada Selasa 5 September 2017.
Pertemuan yang belangsung kurang lebih 4 jam sejak pukul 10.40 Wit hingga pukul 14.05 Wit, dihadiri langsung oleh Kemenag Halsel, Hasyim Hi. Hazah, Dandim 1509 Labuha Letkol Inf Joni Widodo S.sos Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto, Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, perwakilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuha, Ketua Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB) Halsel, Muhammad Abusama, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan dari Muhammadiyah, dan para petinggi dari Kesultanan Bacan, serta tokoh agama dan yang dipercayakan sebagai pemimpin atau imam oleh pengikut aliran Syiah Jafariah.
Tidak hanya itu, Musri Jamaludin selaku korban penganiayaan dari oknum-oknum yang diduga pengikut Syiah juga dihadirkan dalam pertemuan tersebut untuk memberikan penjelasan asal muasal konflik yang terjadi di desa Goro-Goro Kecamatan Bacan Selatan, yang menyeret penganut aliran Syiah Jafariah.
Amatan wartawan Malut.co pada pertemuan atau mediasi yang dilakukan oleh Kemenag Halsel, terkait dengan hadirnya Syiah di Kabupaten Halsel, yang berlangsung pada Selasa 5 September 2017.
Sebelum ada pernyataan dari Pemda Halsel, melalui Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, sejumlah pihak dimintai penjelasan terkait dengan masalah tesebut, bahkan korban juga dimintai keterangan.
Musri Jamaludin, selaku korban penganiayaan menjelaskan, bahwa dirinya terkejut ketika istrinya tidak lagi mengikuti apa yang menjadi ajarannya selaku ummat Islam, karena telah didoktrin oleh Sofyan, salah satu warga penganut syiah yang menyebarkan ajaran syiah, hingga cek-cok suami istripun terjadi, dalam waktu yang bersamaan ayah dari istri Mursi Jamaludin, juga sudah tergabung dalam ajaran syiah, sehingga terjadi pembelaan terhadap anaknya yang merupakan istri Musri, akhirnya terjadi pemukulan.
"Saya marah, karena ada perbedaan waktu shalat idul adha, syiah melaksanakannya pada hari Sabtu 2 September, sementara penetapan pemerintah pada Jumat 1 September, masalah ini istri tidak mau ikut saya," jelas Musri.
Dihadapan forum, dengan suara yang lantang. Musri mengatakan, Sofyan selaku pengikut ajaran syiah, ketika mengajak masyarakar termasuk istrinya, Ia mengatakan bahwa Adzan yang biasanya dikumandangkan pada waktu shalat dianggap haram, dan bahkan pada saat takbiratulihram ketika tangan berada di posisi perut atau sejajar dada, dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap orang tua.
"Mereka mengganggap kita setubuhi orang tua kita ketika tangan berada di perut atau sejajar dengan dada setelah takbiratullihram, bahkan adzan juga dianggap haram," ungkap Musri.
Sementara Imam penganut Syiah Jafaria, Azhari, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan pembelaannya dihadapan forum dengan menggunakan dalil Undang-undang dasar 1945 dan pancasila, dimana setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dan bebas berpendapat. Bahkan, dirinya mengatakan, ajaran syiah dan ummat muslim pada umumnya tidak ada perbedaan, hanya saja terdapat sejumlah perbedaan pada saat pertemuam berlangsung, dimana ada perbedaan waktu shalat, buktinya pada saat rapat diskorsing karena tiba waktu shalat dzuhur, para jamaah atau penganut syiah Jafariah diajak shalat berjamaah oleh Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto, secara spontan disampaikan oleh Azhari selaku Imam Syiah Jafaria, bahwa tidak dapat melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, karena waktu shalatnya berbeda.
"Kami tidak mengakui Fatwa dari MUI, Karena aturan yang lebih tinggi adalah UUD 1945 dan Pancasila yang menjamin setiap warga negaranya," kata Azhari.
Dari berbagai penjelasan oleh Pengikut Syiah Jafariah, dengan dalil UU1945 dan Pancasila, Kemenag Halsel, Hasyim Hamza, mengakui bahwa negara menjamin kepada setiap warga negara untuk menganut agamanya masing-masing dan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya, hanya saja menurut Hasyim, bebas berpendapat bukan berati mendirikan keyakinan diatas keyakinan, selain itu tidak diperbolehkan untuk mengajak orang untuk mengikuti keyakinan lain disaat orang itu telah memiliki keyakinan. Bahkan, dengan tegas Kemenag mengatakan, setiap perkumpulan baik Ormas, maupun ajaran lainnya termasuk Syiah Jafariah, jika tidak diakui di dalam negara maka tidak boleh melakukan aktivitas apapun, jika dalil undang-undang yang digunakan.
"Kemenang hanya bisa membenarkan aliran tertentu, jika diakui oleh negara, jika tidak diakui oleh negara maka dianggap aliran tersebut tidak resmi," sebut Hasyim.
Sementara Kapolres Halsel AKBP Z. Agus Binarto dan Dandim 1509 Letkol Inf Joni Widodo S.sos. tetap mengamankan apa yang telah sepakati berdasarkan perundang-undangan, dimana ajaran Syiah Jafariah yang tidak diakui di NKRI, maka setiap pergerakannya tetap diawasi, sehingga tidak mengganggu kondisi Kantibmas ditengah-tengah masyarakat.
Dari berbagai penjelasan yang berkembang dalam pertemuan tersebut, Asisten I Amir Dokumalamo, yang mewakili Bupati Halsel, Bahrain Kasuba, menegaskan bahwa kegiatan Syiah Jafaria di Kabupaten Halsel, dibekukan. Hal tersebut tentunya Syiah Jafaria tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di Kabupaten Halsel, karena tidak diakui oleh negara khususnya di Kabupaten Halsel, tidak terdaftar di Kesbangpol Halsel. "Dari sejumlah penjelasan, maka Syiah Jafaria dibekukan dan tidak dapat melakukan aktivitas di Kabupaten Halsel," tutup Amir. Malut.co
Pertemuan yang belangsung kurang lebih 4 jam sejak pukul 10.40 Wit hingga pukul 14.05 Wit, dihadiri langsung oleh Kemenag Halsel, Hasyim Hi. Hazah, Dandim 1509 Labuha Letkol Inf Joni Widodo S.sos Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto, Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, perwakilan Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuha, Ketua Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB) Halsel, Muhammad Abusama, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan dari Muhammadiyah, dan para petinggi dari Kesultanan Bacan, serta tokoh agama dan yang dipercayakan sebagai pemimpin atau imam oleh pengikut aliran Syiah Jafariah.
Tidak hanya itu, Musri Jamaludin selaku korban penganiayaan dari oknum-oknum yang diduga pengikut Syiah juga dihadirkan dalam pertemuan tersebut untuk memberikan penjelasan asal muasal konflik yang terjadi di desa Goro-Goro Kecamatan Bacan Selatan, yang menyeret penganut aliran Syiah Jafariah.
Amatan wartawan Malut.co pada pertemuan atau mediasi yang dilakukan oleh Kemenag Halsel, terkait dengan hadirnya Syiah di Kabupaten Halsel, yang berlangsung pada Selasa 5 September 2017.
Sebelum ada pernyataan dari Pemda Halsel, melalui Asisten I Bupati Halsel, Amir Dokumalamo, sejumlah pihak dimintai penjelasan terkait dengan masalah tesebut, bahkan korban juga dimintai keterangan.
Musri Jamaludin, selaku korban penganiayaan menjelaskan, bahwa dirinya terkejut ketika istrinya tidak lagi mengikuti apa yang menjadi ajarannya selaku ummat Islam, karena telah didoktrin oleh Sofyan, salah satu warga penganut syiah yang menyebarkan ajaran syiah, hingga cek-cok suami istripun terjadi, dalam waktu yang bersamaan ayah dari istri Mursi Jamaludin, juga sudah tergabung dalam ajaran syiah, sehingga terjadi pembelaan terhadap anaknya yang merupakan istri Musri, akhirnya terjadi pemukulan.
"Saya marah, karena ada perbedaan waktu shalat idul adha, syiah melaksanakannya pada hari Sabtu 2 September, sementara penetapan pemerintah pada Jumat 1 September, masalah ini istri tidak mau ikut saya," jelas Musri.
Dihadapan forum, dengan suara yang lantang. Musri mengatakan, Sofyan selaku pengikut ajaran syiah, ketika mengajak masyarakar termasuk istrinya, Ia mengatakan bahwa Adzan yang biasanya dikumandangkan pada waktu shalat dianggap haram, dan bahkan pada saat takbiratulihram ketika tangan berada di posisi perut atau sejajar dada, dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap orang tua.
"Mereka mengganggap kita setubuhi orang tua kita ketika tangan berada di perut atau sejajar dengan dada setelah takbiratullihram, bahkan adzan juga dianggap haram," ungkap Musri.
Sementara Imam penganut Syiah Jafaria, Azhari, dalam kesempatan tersebut, menyampaikan pembelaannya dihadapan forum dengan menggunakan dalil Undang-undang dasar 1945 dan pancasila, dimana setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dan bebas berpendapat. Bahkan, dirinya mengatakan, ajaran syiah dan ummat muslim pada umumnya tidak ada perbedaan, hanya saja terdapat sejumlah perbedaan pada saat pertemuam berlangsung, dimana ada perbedaan waktu shalat, buktinya pada saat rapat diskorsing karena tiba waktu shalat dzuhur, para jamaah atau penganut syiah Jafariah diajak shalat berjamaah oleh Kapolres Halsel, AKBP. Z. Agus Binarto, secara spontan disampaikan oleh Azhari selaku Imam Syiah Jafaria, bahwa tidak dapat melaksanakan shalat dzuhur berjamaah, karena waktu shalatnya berbeda.
"Kami tidak mengakui Fatwa dari MUI, Karena aturan yang lebih tinggi adalah UUD 1945 dan Pancasila yang menjamin setiap warga negaranya," kata Azhari.
Dari berbagai penjelasan oleh Pengikut Syiah Jafariah, dengan dalil UU1945 dan Pancasila, Kemenag Halsel, Hasyim Hamza, mengakui bahwa negara menjamin kepada setiap warga negara untuk menganut agamanya masing-masing dan hak setiap orang untuk menyampaikan pendapatnya, hanya saja menurut Hasyim, bebas berpendapat bukan berati mendirikan keyakinan diatas keyakinan, selain itu tidak diperbolehkan untuk mengajak orang untuk mengikuti keyakinan lain disaat orang itu telah memiliki keyakinan. Bahkan, dengan tegas Kemenag mengatakan, setiap perkumpulan baik Ormas, maupun ajaran lainnya termasuk Syiah Jafariah, jika tidak diakui di dalam negara maka tidak boleh melakukan aktivitas apapun, jika dalil undang-undang yang digunakan.
"Kemenang hanya bisa membenarkan aliran tertentu, jika diakui oleh negara, jika tidak diakui oleh negara maka dianggap aliran tersebut tidak resmi," sebut Hasyim.
Sementara Kapolres Halsel AKBP Z. Agus Binarto dan Dandim 1509 Letkol Inf Joni Widodo S.sos. tetap mengamankan apa yang telah sepakati berdasarkan perundang-undangan, dimana ajaran Syiah Jafariah yang tidak diakui di NKRI, maka setiap pergerakannya tetap diawasi, sehingga tidak mengganggu kondisi Kantibmas ditengah-tengah masyarakat.
Dari berbagai penjelasan yang berkembang dalam pertemuan tersebut, Asisten I Amir Dokumalamo, yang mewakili Bupati Halsel, Bahrain Kasuba, menegaskan bahwa kegiatan Syiah Jafaria di Kabupaten Halsel, dibekukan. Hal tersebut tentunya Syiah Jafaria tidak diperbolehkan melakukan kegiatan di Kabupaten Halsel, karena tidak diakui oleh negara khususnya di Kabupaten Halsel, tidak terdaftar di Kesbangpol Halsel. "Dari sejumlah penjelasan, maka Syiah Jafaria dibekukan dan tidak dapat melakukan aktivitas di Kabupaten Halsel," tutup Amir. Malut.co
Post A Comment:
0 comments: