TRENDING NOW

 -- Sebanyak 12 dari 14 negeri atau negara bagian di Malaysia mengharamkan ajaran Syiah. Associate Professor of Islamic Theology Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Prof Dr Kamaludin Nurdin Al-Bugisy mengemukakan hal itu saat dihubungi dari Kualalumpur pada Senin (10/9).




Komisi hak asasi manusia Malaysia atau SUHAKAM pada Kamis (6/9) lalu menyesalkan tindakan keras terhadap sekelompok kecil Syiah di Negeri Kelantan, yang mengamalkan ajaran agama mereka. Negeri yang mengharamkan Syiah adalah Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Kelantan, Terengganu, Malaka, Selangor, Kedah, Perak, Johor, Perlis, dan Pahang.
Dua negeri yang belum mengharamkannya adalah Sabah dan Sarawak. "Syiah berupaya dan berjuang semaksimal mungkin dalam pemerintahan baru untuk diakui dan dibolehkan menyebarkan ajarannya namun mendapat rintangan berat dari 12 negeri, yang telah memfatwakan pelarangan," kata Pakar Syiah asal Indonesia tersebut.

Lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, tersebut mengatakan pemerintah Malaysia menyatakan bahwa akidah ahlussunnah wal jamaah menjadi pegangan umat Islam. "Setiap ajaran bertentangan dengan faham dan amal 'ahlussunnah wal jamaah' dilarang dan dibatasi penyebarannya di kalangan umat Islam," katanya.
Kementerian Dalam Negeri menetapkan organisasi Syiah Malaysia menyalahi Undang-Undang Pasal 5 (1) Akta organisasi 1966 pada 24 Juli 2013. "Hingga kini, hampir semua negeri di Malaysia memfatwakan pengharaman Syiah. Dari semua negeri tersebut, hanya Sabah dan Sarawak yang belum melarangnya," katanya.

Dia mengatakan, fatwa di Malaysia bukan sekedar memberikan penjelasan hukum sebagaimana Majelis Ulama Indonesia tapi mengikat dan dilaksanakan sebab mufti di Malaysia di bawah naungan raja. Jadi, kata dia, kalau sudah difatwakan oleh mufti negeri atau provinsi, maka yang melanggar akan ditindak sesuai dengan fatwa tersebut.

"Sekedar contoh, fatwa Negeri Sembilan mengharamkan penyebaran wahabi. Jadi, sekiranya ada ustadz beraliran wahabi dan isi ceramahnya nyata-nyata menyebarkan akidah wahabi, maka ustadz inipun akan ditangkap sebagaimana halnya Syiah di seluruh Malaysia," katanya.
Sumber : Antara/Reuters

Jakarta, Setelah tujuh bulan yang lalu mahasiswa-mahasiswi jurusan filsafat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon berkesempatan melakukan studi banding di sebuah sekolah syiah, Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra, kini giliran Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.








Seluruh mahasiswa UIN Yogya yang ikut serta dalam studi banding berjumlah lima belas mahasiswa, sembilan dari putra dan enam putri. Mereka terdiri dari beragam tingkatan strata satu (S1), mulai dari semester tiga, lima dan tujuh, bahkan ada pula yang S2. Sebagaimana yang dikatakan salah satu mahasiswinya Rosi Islamiyati saat ditemui SPS di Sadra pada Jumat (16/11).

Presiden BEM Sadra Rahmat Hariyadi dan Ketua Menteri Hubungan Luar Qotrun Nada Annuri menyambut kedatangan mereka di kampus Sadra pada Minggu 11 November 2018. Kemudian, mereka diantar ke asrama mahasiswa Sadra sebagai tempat penginapan mereka selama studi banding.
“Bagi yang putra di asrama Lebak Bulus (Jakarta Selatan) dan yang putri di asrama Gandul (Depok),” kata Qotrun saat ditemui SPS di Sadra, Jakarta, pada Jumat (16/11).
Enam hari selanjutnya, pada 12-17 November 2018 kegiatan studi banding dilaksanakan. Demikian yang tertera pada jadwal kuliah UIN Suka yang diterima SPS dari Qotrun melalui whatsapp pada Sabtu (17/11). Jadwal tersebut merupakan rangkaian kegiatan mereka yang dibuat oleh pihak akedemik Sadra.
Mereka, jelas Qotrun, mengikuti perkuliahan dengan para dosen filsafat STFI Sadra, baik bergabung di kelas mahasiswa filsafat STFI Sadra semester lima dan tujuh, ataupun kelas khusus mereka yang studi banding.

Materi-materi perkuliahan yang mereka dapatkan, seperti Epistemologi, teori Ontologi Filsafat Hikmah Muta’aliyyah, Teori Eskatologi Hikmah Muta’aliyyah, Filsafat Barat, Kalam Jadid (teologi kontemporer), Studi Literatur Filsafat Islam, dan lainnya.

Dosen-dosen yang mengajar, di antaranya Dr. Kholid Al-Walid, Dr. Abdelaziz Abbaci, Dr. Cipta Bakti Gama, Dr. Sayyed Ali Sholeh, Dr. Matius Ali, Dr. Hadi Kharisman, Dr. Basrir Hamdan, Ammar Fauzi, Ph.D dan Azam Bahtiar, M.S.I. (Difa/SPS)
Sumber : Lpm-demosophia dot com


Sepenggal Kisah Ziarah Arbain yang diunggah pada 11 November, 2018 oleh seorang pengikut syiah indonesia yang ikut acara arbain di Iraq.
Jika Allah berkehendak, siapakah yang bisa menghalangi ?
Selama bertahun-tahun saya menjadi Syiah, pada setiap menjelang waktu ziarah Arbain tiba, saya hanya bisa tercenung dan menatap sedih ketika teman-teman Syiah saling sapa sambil bertanya “berangkat Arbain?”
Terbersit dalam pikiran mungkinkah saya bisa berangkat ziarah Arbain mengingat kondisi ekonomi yang tidak mendukung ?






Saya memang terlambat menjadi Syiah. Saya memperoleh hidayah masuk Syiah di usia menjelang senja dimana semangat dan kesempatan kerja mulai menurun, kondisi ekonomi juga melemah. Tetapi alhamdulillah, tidak ada kata terlambat untuk bergabung dalam bahtera Ahlulbait as.
Resiko sosial yang akan diterima sebagai pengikut Ahlulbait as sudah siap saya hadapi, baik dalam lingkungan keluarga maupun pergaulan di masyarakat. Bagi saya berwilayah kepada Ahlulbait Rasulullah saw menjadi harga mati.
Dari perjalanan sejarah Ahlulbait as dan para Syiahnya, kita semua tahu bahwa menjadi Syiah tidak mudah, dan tidak semua orang bisa masuk Syiah, hanya manusia terpilih saja.

Terbukti, ganjalan pertama datang dari anak-anak yang sudah dewasa dan sudah berkeluarga. Sikap dan respon mereka adalah respon khas masyarakat umum yang awam tentang Syiah, baik di alam nyata maupun di medsos bahwa “Syiah itu sesat”.
Meskipun tidak secara terbuka menentang, tapi sikap mereka tampaknya belum menerima kebenaran tentang ajaran Ahlulbait. Semoga dengan berlalunya waktu seiring dengan doa yang selalu saya panjatkan, Allah swt berkenan membuka pintu hati anak-anakku agar bisa memperoleh hidayah untuk bergabung dalam wilayah Ahlulbait as.

Dalam keterasingan ini, akhirnya saya berlabuh di lingkungan komunitas Syiah Pulogebang – Jakarta Timur dan ikut berkecimpung dalam kegiatan pengajian rutin mingguan.
Majelis taklim Pulogebang ini yang dikomandoi oleh Haji Halimi, sebenarnya sangat strategis karena lokasinya berbatasan dengan kota Bekasi, sehingga teman-teman Syiah yang berdomisili di Bekasi bisa lebih dekat menimba ilmu.
Dalam rutinitas kehidupan di lingkungan Pulogebang ini, keterasingan tetap menggelayuti diri. Trenyuh dan sedih terus merayapi relung hati ini ketika menjelang ziarah Arbain tiba.

Ketika beberapa teman di Komunitas Pulogebang ini berangkat ziarah Arbain, kerinduan dan pengharapan dalam hati ini kembali bergelora.
Ya Allah, hamba mohon undanglah hamba untuk berziarah mengunjungi para kekasih-Mu. . .
Ya Imam Husein junjunganku, izinkan hamba berziarah ke pusaramu, ridhoilah hamba jadi pencinta dan pengikutmu . .raihlah tangan hamba yang banyak dosa ini . . .

Ya Shohibuzzaman, ya Mahdi junjunganku, semoga engkau menolong hamba. . .

Hamba ingin menyempurnakan bai’at hamba kepada kalian Ahlulbait as dengan menziarahi kalian secara phisik, hamba ingin meraih tangan-tangan suci kalian sebelum akhir hayat hamba . . .

Dan tahun 2017, begitu pulang dari Arbain, Haji Halimi berkata “Pa Cip, tahun depan sampeyan berangkat ya!.”

Bagai mendengar petir di siang hari yang terang benderang saat mendengar ucapan itu. Tak banyak yang bisa saya ucapkan, hanya rasa syukur dan terima kasih yang bergaung dalam hati saya yang dalam. Semoga Allah SWT, Rasulullah saw dan para Maksumin as ridho atas ziarah hamba ini.

Jika ziarah hamba ini Engkau terima ya Allah..
Pahala dari setiap langkahnya hamba hadiahkan pula untuk Rasulullah saw, untuk para Maksumin as dan keluarganya, untuk sayidah Zaenab dan para tawanan keluarga Rasul saw, untuk para syuhada Karbala, untuk Rahbar Sayyid Ali Khamenei, untuk para pejuang Syiah melawan zionis dan setan besar Amerika, untuk kedua orangtua kami yg telah meninggal dunia, saudara-saudara kami yg telah meninggal ataupun masih hidup.

Karbala, Irak. Sucipto


Teheran – Di tengah krisis ekonomi yang menjerat Iran, ketimpangan sosial menjadi sorotan para aktivis lokal. Para elit bergelimang harta, sementara rakyat merasakan beban ekonomi seiring berlakunya sanksi AS.

Menyikapi hal ini, para aktivis lokal meluncurkan kampanye yang menargetkan beberapa elit terkaya di negara itu dan tokoh paling berpengaruh. Di antaranya terhadap Panglima Tertinggi Iran (IRGC), Mohammad Ali Jafari dan putranya. Keduanya terus menjalani kehidupan yang mewah, selan hewan peliharaan yang bernilai tinggi.



Seyed Mahdi Sadrossadati memposting gambar di Instagram yang menunjukkan putra Jafari berpose di sebelah harimau di teras rumah.

“Seekor harimau di rumah? Apa yang terjadi?” tulis Sadrossadati memberikan caption, sebagai ungkapan kemarahan atas ketimpangan ekonomi antara orang kaya dan masyarakat Iran.

“Dan ini ada seorang pemuda berusia 25 tahun yang tidak bisa mendapatkan kekayaan seperti itu. Orang-orang mengalami kesulitan serius mendapatkan popok untuk anak-anak mereka,” tambahnya.

Para aktivis mengecam korupsi dan meluasnya orang-orang kaya yang hidup sembarangan, sementara mayoritas rakyat Iran menghadapi melemahnya ekonomi akibat sanksi AS.

Sadrossadati telah memposting video-video perdebatan antara dirinya dan beberapa dari mereka yang dikritik.

Dalam sebuah sesi, ia menghadapi putra mantan gubernur bank sentral Mehdi Mazaheri, yang menuai banyak kritik setelah fotonya mengenakan arloji emas besar muncul.

Dalam debat panas, Sadrossadati berkata: “Bagaimana Anda menjadi kaya? Berapa banyak uang yang Anda mulai dan berapa banyak uang yang Anda miliki sekarang? Berapa banyak pinjaman yang telah Anda ambil?”
BACA JUGA  Iran dan Turki Perkuat Hubungan Dagang di Tengah Sanksi AS

Tak ada tanggapan pasti dari Mazaheri. Dia hanya berjanji akan bersedia berbagi dokumen tentang keuangannya.

Anak-anak dari lebih dari selusin pejabat lainnya telah dikritik secara online dan sering disebut sebagai “aghazadeh”, secara bahasa artinya “terlahir mulia”. Sebuah ungkapan dalam bahasa Farsi, yang maknanya untuk mencibir kemewahan mereka.

Mata uang Iran telah mencapai 149.000 dolar AS di pasar gelap yang digunakan untuk sebagian besar transaksi, turun dari sekitar 43.000 pada awal 2018 ketika Presiden AS Donald Trump bersumpah untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir antara Teheran dan kekuatan dunia yang bertujuan untuk mengekang program nuklirnya.

Kemarahan publik telah terjadi di Iran selama beberapa waktu. Demonstrasi untuk memprotes kesulitan ekonomi telah menewaskan 25 pengunjuk rasa, mulai tumbuh akhir tahun lalu dan menyebar ke lebih dari 80 kota dan desa.

Sumber: kiblatnet

KESESATAN SYIAH : Peneliti Syi’ah dari Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya, Kholili Hasib, M.A mengungkapkan beberapa fakta tentang Syiah.

1.Sebelum membahas kekeliruan Syiah harus kita pahami dahulu bahwa Syiah Indonesia adalah Syiah Itsna Asyariah bukan Zaidiyah.
2. Syiah Itsna Asyariyah adalah Syiah yang percaya 12 Imam atau disebut Imamiyah. Syiah ini yang mayoritas ada di dunia termasuk rezim yang berkuasa di Iran.
3. Syiah Imamiyah inilah yang disebut Rafidhah. Karena mereka mencaci bahkan mengkafirkan para sahabat Nabi. Syiah Zaidiyah bukan Rafidah karena tidak mencaci sahabat.
4. Ciri khas utama Syiah ada dua yakni kultus berlebihan pada Ali serta keturunannya dan pelecehan terhadap sahabat Nabi.
5. Saya menyimpulkan dua ciri khas utama itu adalah wordlview-nya Syiah. Semua aspek dalam agama pasti berpangkal pada dua hal tsb.
6. Silahkan yang mau membuktikan pemikiran Syiah tentang al-Qur’an, hadits, politik, fiqih diasaskan oleh kultus Ali dan benci kepada para sahabat.
7. Konsep ketuhanan juga dipengaruhi ideologi kultus imamah. Konsep ke esa an Syiah berbeda dengan konsep ke esa an dalam Islam
8. Kitab al-Kafi-kitab hadits syiah yang utama menjelaskan bahwa yg dimaksud musyrik adalah menyekutukan imam Ali dengan imam yg lain.
9. Lebih jelas lagi dalam kitab Bihar al-Anwar,kitab rujukan Syiah, yg mengatakan “Siapa saja tidak percaya Ali adalah Imam pertama adalah kafir.”
10. Jadi yang dimaksud syirik bagi Syiah bukan sekedar menyekutukan Allah tapi juga menyekutukan Ali dalam hal kepemimpinan.
11. Jadi syiah itu sejatinya golongan takfiriyah yang sebenarnya. Mengkafirkan kaum muslimin karena tidak mengangkat Ali sebagai imam pertama.
12. Non Syiah, orang selain Syiah mereka sebut nawashib. Sebutan hina. Nawashib menurut imam-imam mereka halal hartanya.
13. Syiah menyesatkan para aimmatul madzahib imam madzhab yang empat, Ahlussunnah. Mereka disebut ahlul bid’ah, kafir dan sesat (kitab al-Syiah hum Ahlussunnah).

Baca artikel  selengkapnya di KESESATAN SYIAH  tafhadol


14. Istri tercinta Nabi,Aisyah, disesatkan. Imam Thabrasi mengatakan kemuliaan Aisyah gugur karena melawan Ali, dia ingkar kepada Allah.
15. Syiah mengkafirkan sahabat. Menurut mereka hanya 3 sahabat yang Islam yakni Abu Dzar, Salman, dan Miqdad.
16. Kenapa Syiah menghalalkan mut’ah. Lagi-lagi karena yg meriwayatkan haramnya mut’ah itu Umar bin Khattab. Karena kebenciannya itu haditsnya ditolak.
17. Kenapa Syiah menolak mushaf utsmani sebagai al-Qur’an? Karena yang menyusun itu Utsman yg mereka benci.
18. Dalam kitab Thaharah, Khomaini menyebut sahabat itu lebih jijik daripada anjing dan babi.
19. Syaikh Shoduq ulama Syiah, mengatakan darah nawasib (muslim sunni) itu halal.
20. Imam Khomaini pernah berfatwa bahwa nawasib itu kedudukannya sama dengan musuh yang wajib diperangi (ahlul harb).
21. Karena itu cara tepat mengenal Syiah itu dengan menelaah kitab-kitab induk mereka. Karena itu ajaran mrk sesungguhnya.
22. Jangan terkecoh dengan buku-buku Syiah sekarang. Karena penuh propaganda, intrik dan pengelabuan.
23. Syiah punya rukun agama bernama taqiyah. “La dina liman la taqiyata” artinya tidak beragama yang tidak taqiyyah, disebut dalam al-kafi.
24. Karena taqiyah itu, Imam Syafii berpesan bahwa golongan yang paling banyak bohongnya itu Syiah.
25. Maka jangan heran jika mereka mengaburkan fakta-fakta Syiah Sampang. Karena itu bagian dari aqidah. Teologi kebohongan itulah taqiyah.
26. Waspadalah Syiah punya sayap militan. Mereka pernah mau kirim relawan ke Suriah bantu rezim Asad.


27. Seorang pengurus PBNU pernah menulis, Syiah Indonesia sedang siapkan konsep imamah di Indonesia. Dalam arti mereka sedang siapkan revolusi
28. Syiah membahayakan NKRI. Ada fatwa Khomeini yang mewajibkan Syiah untuk revolusi di negara masing-masing.
29. Gerakan Syiah didukung kelompok liberal. Pokoknya segala aliran yang rusak dan sesat yang dilekatkan pada Islam didukung Syiah. Mereka sekarang bersatu.
30. visi Syiah-liberal hampir sama dalam hal pelecehan terhadap sahabat nabi dan meragukan al-Qur’an.
31. Liberal punya ideologi relativisme. Ternyata Syiah dalam kampanye gunakan ideologi tersebut untuk kelabuhi Sunni.
32. contoh relativisme Syiah adalah, kampanye Sunnah-Syiah sama saja. Sama Tuhan dan Nabinya. Ini mencontek kaum liberal.
33. Filsafatnya orang Syiah ternyata juga berujung pluralisme dan pantaeisme. FiIsalafatnya mengadopsi paripatetik.
34. Demikianlah fakta-fakta Syiah. Jika muslim anti liberal maka seharusnya juga anti Syiah. Mereka sama-sama ideologi perusak Islam.
35. Semoga kita dan keluarga kita dilindungi dari makar Syiah dan Liberal.

Istilah Islam Nusantara baru-baru ini semakin gencar diwacanakan, setidaknya menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin juga ikut mendorong wacana tersebut. Beragam tanggapan muncul atas wacana Islam Nusantara.

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH.Ma’ruf Amin sendiri tidak mempermasalahkan penggunaan istilah apapun. Terpenting, menurut dia, esensinya adalah mengembangkan Islam yang tidak ekstrim di Indonesia.

“Istilah macam-macam gak masalah, yang penting isinya itu moderat,” katanya menjelang sidang Istbat Penentuan Awal Ramadhan kepada kiblat.net, beberapa waktu lalu (16/6) di Kantor Kemenag, Jakarta.

Menurut dia, MUI mendukung konsep Islam apapun asalkan substansi konsep tersebut moderat. “MUI tidak mempermasalahkan sebutan, yang penting perilakunya itu moderat, washatiyah (pertengahan),” cetus Kiyai Ma’ruf.

Dia menegaskan, istilah Islam Nusantara jangan sampai dipahami sebagai Islam yang berbeda dengan Islam sesungguhnya.

“Jangan sampai Islam itu kemudian diartikan yang lain-lain. Kalau moderat, Islam memang begitu,” tandasnya.

Seperti diketahui, istilah Islam Nusantara yang diklaim sebagai ciri khas Islam di Indonesia yang mengedepankan nilai-nilai toleransi dan bertolak belakang dengan ‘Islam Arab’, telah menimbulkan kontroversi. Tidak sedikit pihak yang pro dan kontra di kalangan penganut Islam di Indonesia.


Reporter: Bilal Muhammad

Editor: Fajar Shadiq

Di tengah khusuknya kaum Muslimin menunaikan ibadah berpuasa, sekonyong-konyong umat ini seolah disibukkan dengan kemunculan istilah baru bernama “Islam Nusantara”. Dalam pembukaan Munas Alim-Ulama NU di Masjid Istiqlal, pada Ahad (14/06), Presiden Jokowi mengatakan, “Islam kita adalah Islam Nusantara, Islam yang penuh sopan santun, Islam yang penuh tata krama, itulah Islam Nusantara, Islam yang penuh toleransi.”

Hal ini menjadi fenomena yang menarik diperbincangkan. Bukan melihatnya dari sudut pandang bagaimana proses kesejarahan masuknya Islam ke Indonesia, sehingga melahirkan akulturasi nilai yang integral dan khas. Melainkan seolah isu ini dijadikan pembenaran sejarah munculnya Islam dalam bingkai kampanye secara masif, Islam Nusantara, yang didikotomikan dengan Islam Radikalis atau Islam Fundamentalis.

Apalagi, munculnya Islam Nusantara dianggap sebagai antitesa dari gambaran Islam Timur Tengah yang dicitrakan penuh dengan kekerasan dan perpecahan dengan mengangkat realitas politik yang berkembang saat ini. Ditambah lagi sebagaimana disampaikan oleh Jokowi berulang-ulang di berbagai forum internasional tentang pentingnya membangun kesan lain atau citra spesifik gambaran Islam Nusantara kepada Barat. Sebuah gambaran Islam yang toleran, sopan santun, moderat dan damai.

Masifnya kampanye Islam Nusantara di tengah konstelasi politik global seperti mengindikasikan bagaimana memosisikan Indonesia sebagai entitas politik mayoritas muslim terbesar dalam percaturan politik internasional. Sangat naif untuk tidak menyebut ada sebuah skenario besar negara-negara adi daya Eropa dan Amerika, sebagai pemain politik utama dunia di tengah kecamuk politik internasional.

Sangat mudah melihat perilaku politik negara-negara besar melalui berbagai strategi politik intervensi dan invasinya. Ada pola dan intensitas yang berbeda bagaimana negara-negara besar memperlakukan negeri-negeri Muslim di jazirah Arab (Timur Tengah) dengan di Asia terutama Asia Tenggara.

Nampaknya, kekhawatiran Barat dalam konteks ini adalah besarnya pengaruh resonansi konflik Timur Tengah yang bergolak kepada potensi pergolakan yang sama di negara lain termasuk Indonesia. Dan, sebagai sebuah negara yang secara politik, ekonomi, sosial dan budaya sangat bergantung pada negara lain, maka Indonesia memiliki potensi untuk dibuatkan sebuah rumusan intelektual baru.

Caranya, dengan memanfaatkan legitimasi historis, psikologi sosial yang lemah, ketidakberdayaan intelektual, budaya sinkretis, phobia nilai islam yang secara substansial memiliki kepentingan yang sama dan sejalur dengan kepentingan barat bernama Islam Nusantara. Islam ala Indonesia yang berbeda sama sekali dengan Islam negara lain. Namun kompromis dengan barat karena dianggap bertentangan dengan gambaran Islam Radikalis atau Islam Fundamentalis yang direpresentasikan oleh Timur Tengah.

Betapa luar biasanya skenario global terhadap Islam dengan pendekatan adu domba melibatkan kepentingan negara dan kelompok melalui tangan para penguasanya. Parahnya, kelompok-kelompok Islam yang dimanfaatkan itu juga memiliki kepentingan politik pragmatis yang sejalan sehingga mudah diperdaya.

Kampanye Islam Nusantara di tengah arus ‘War On Terrorism’
Di tengah longgarnya interpretasi terhadap sejarah Islam Nusantara (Indonesia), kampanye masif Islam Nusantara nampaknya tidak bisa dipisahkan dengan sejarah panjang “War On Terrorism”. Meski hal itu sengaja ditutup-tutupi agar tidak kelihatan wajah aslinya dan agar mendapatkan tingkat penerimaan yang tinggi.

Dengan memanfaatkan potensi masyarakat berbasis kultur patrimonial terutama di Jawa. Sebuah kultur yang lebih mengedepankan ikatan emosional dengan para kyainya ketimbang ikatan rasional. Potensi psikologi kultur masyarakat seperti itu dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan politik pragmatis para pemimpinnya. Tak bisa dipungkiri, bahwa rumusan Islam Nusantara adalah metamorfosis dari Islam Moderat yang secara masif dikampanyekan sebelumnya. Agar mendapatkan kesesuaian emosional, sosial dan kultural dengan masyarakat Indonesia maka istilah yang dipandang tepat adalah Islam Nusantara.

Istilah ini lebih menusuk alam bawah sadar masyarakat Indonesia. Meski jika digali secara normatif mengikuti tradisi intelektual salafus shalih akan sangat terbatas narasi yang dibangun. Hanyalah berisi legitimasi historis, sosial, kultural dan politis. Dengan menggunakan pendekatan tafsir kontekstual sebagaimana barat mengembangkan tafsir “hermeneutika”. Hal ini seperti melihat Islam menggunakan kacamata Barat. Layaknya menjelaskan Islam seperti tertuduh penuh rasa bersalah.

Jika mencermati asal muasal Islam Nusantara alias Islam Moderat maka penting melihat kembali sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh seorang mantan Menteri Pertahanan AS, Paul Wolfowitz yang menyatakan, “Untuk memenangkan perjuangan yang lebih dahsyat ini, adalah sebuah kesalahan kalau menganggap kita yang memimpin. Tapi kita harus semaksimal mungkin mendorong suara-suara muslim moderat.” (Siapakah Muslim Moderat?, Suaidi Asy’ari, Ph.D, 2008).

Perbincangan Islam Moderat ini adalah sebuah perjalanan panjang yang terkait dengan pembahasan hangat tentang terorisme, fundamentalisme dan radikalisme. Mereka mendapatkan momentumnya pada peristiwa WTC 9/11 di dunia. Sementara di Indonesia, diawali dengan terjadinya bom Bali diteruskan bom JW Marriot dan Ritz Carlton hingga sekarang dengan keberadaan ISIS.

 
Tiga tahun setelah peristiwa 9/11, Huntington menegaskan perlunya musuh baru bagi Amerika Serikat dan barat. Dan katanya, musuh itu sudah ketemu, yaitu kaum Islam militan. Dalam bukunya, “Who Are We?” (2004), Huntington menempatkan satu sub-bab berjudul “Militant Islam vs America”, yang menekankan, bahwa saat ini, Islam militan telah menggantikan posisi Uni Soviet sebagai musuh utama AS. Setelah itu terjadilah “perburuan Islam militan” atau “Islam radikal”. Mulai dari Usama Bin Laden hingga IS ala ISIS yang dianggap sebagai simbol teroris internasional.

Kerangka masif kampanye Islam Nusantara alias Islam Moderat di berbagai forum dan kesempatan oleh berbagai pihak di bawah komando Jokowi menyisakan pertanyaan besar ada kepentingan besar apa sebenarnya yang ada di baliknya ? Wallahu a’lam bis shawab.



Oleh: Abu Fikri (Aktivis Gerakan Revivalis Indonesia)